Foto istimewa
JAYAPURA-LIKOWIMEPATPNPBNEWS, Tanggapan Dewan Diplomatik Gerakan Papua Merdeka (TPNPB dan OPM) terhadap Keadaan Perang saat ini dan kematian berikutnya pada 2 September 2021;
Kronologis Singkat:
1. Baku tembak antara TPNPB Kodap IV Sorong Raya dengan pasukan Indonesia terjadi di Aifak Selatan, Distrik Maybrat di Sorong, Wilayah Papua Barat, yang mengakibatkan empat tentara Indonesia tewas tertembak, satu luka berat dan dua hilang. Sebagai respon balik, pasukan Indonesia menangkap dua pemuda lokal Pap ada aua.
2. Baku tembak antara TPNPB Regional Yahukimo XVI dengan pasukan Indonesia di Kabupaten Yahukimo, pegunungan Tengah Papua Barat, mengakibatkan satu anggota TPNPB terluka parah (Senat Soll), dengan enam lainnya ditangkap. Senat Soll adalah mantan anggota TNI yang tergabung dalam Pejuang Pembebasan Papua Barat (TPNPB). Pada 1 September, pihak otoritas militer Indonesia menangkap 11 warga sipil tak berdosa termasuk camat Yakukimo, yang dituduh sebagai anggota pejuang TPNPB.
Pihak berwenang Indonesia membalasnya dengan melakukan operasi militer besar-besaran di Maybrat, sebagai akibatnya, lebih dari ribuan warga sipil lokal dari 18 desa mengungsi ke hutan pada 6 September 2021, ini akan ditambahkan menjadi orang-orang yang terlantar secara internal.
Ini diatur dengan latar belakang eskalasi pertempuran dari tahun 2017, yang telah menyebabkan sejumlah besar korban sipil dan hampir 100.000 warga sipil mengungsi, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak yang kemudian meninggal.
Dunia sampai sekarang mengabaikan kematian dan pengungsian ini, dan konflik bersenjata yang terus berlanjut. Konflik bersenjata West Papua muncul sebagai konsekuensi dari PBB meninggalkan wilayah pada tahun 1962 dan tindakan palsu dari apa yang disebut 'Act of Free Choice' Indonesia pada tahun 1969.
Peperangan di West Papua adalah akibat dari kegagalan PBB untuk bertindak mengakhiri kolonialisme, tetapi membiarkannya dalam bentuk yang berbeda.
Setelah konflik lebih dari lima dekade, struktur militer TPNPB sangat terorganisir dan modern, dengan 34 komando daerah Pertahanan dikendalikan oleh satu komando nasional pusat.
Rakyat Papua Barat sekarang memiliki kekuatan yang cukup untuk memastikan keberlanjutan perjuangan mereka untuk kebebasan, terlepas dari kebijakan Jakarta atas pemekaran provinsi dan apa yang disebut 'otonomi khusus'.
Presiden Indonesia Joko Widodo melabeli OPM sebagai kelompok teroris tidak akan mengalahkan kecintaan sejati OPM mereka terhadap perjuangan Papua Merdeka.
Komitmen pejuang kemerdekaan Papua Barat untuk melawan atas pencurian tanah suci dari Indonesia tercermin dalam slogan mereka (pejuang) “Jika saya mati dalam perjuangan suci untuk kebebasan negara kita maka dengan damai roh saya akan pergi ke surga abadi”.
Ini akan berlanjut karena ideologi kolonialis Indonesia dan isu-isu terkait diskriminasi rasial dan pembunuhan warga sipil di Indonesia dan pemenjaraan aktivis seperti Viktor Yeimo.
Ketua Dewan Diplomatik TPNPB OPM (Gerakan Papua Merdeka) Akouboo Amatus Douw mengatakan pertempuran terbaru ini bukanlah hal baru atau aneh, namun merupakan cerminan dari perang ideologi antara dua kombatan utama pasukan TPNPB dan pasukan Indonesia, yang benar-benar didefinisikan sebagai perang pembebasan nasional. Ini, katanya, merupakan konflik bersenjata non-internasional dibawah hukum humaniter internasional, dalam naungan piagam PBB dan rujukannya pada penentuan nasib sendiri. Mr Douw mengatakan klaim West Papua untuk penentuan nasib sendiri telah lama diabaikan oleh otoritas dunia, termasuk kesediaan OPM untuk menciptakan perdamaian abadi untuk menghentikan apa yang sebaliknya akan menjadi perang tanpa akhir. Mr Douw mengatakan: "Saya percaya Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kantor Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah memiliki cukup laporan tentang perang ini dan kematiannya, karena 11 LSM Internasional dan organisasi akar rumput global membahas masalah ini selama pertemuan komisi hak asasi manusia.
Saya yakin bahwa ada protokol yang jelas dalam sistem PBB bahwa dewan HAM PBB dan Sekretaris Jenderal PBB dapat membuat rekomendasi langsung kepada Dewan Keamanan untuk intervensi segera sebagai operasi kemanusiaan dan pemeliharaan perdamaian.
Protokol ini akan membantu memastikan PBB mematuhi hukum internasional dan Piagamnya, yang wajib dijunjung tinggi oleh semua negara anggota PBB tanpa diskriminasi.
Dewan Diplomatik OPM menyerukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggunakan kewenangan mereka dalam menanggapi konflik kritis yang sedang berlangsung di Papua ini.
Kami juga menyerukan kekuatan regional kami, Australia dan Selandia Baru, untuk menjadi harapan besar dengan membawa situasi kritis ini ke perhatian Dewan Keamanan PBB.
Kami mendorong komunitas global, pecinta perdamaian dan semua untuk mendukung seruan kami untuk segera Intervensi Dewan Keamanan PBB ke Papua Barat.
Atas perhatian dan solidaritasnya kami ucapkan terima kasih. DEWAN DIPLOMATIK GERAKAN PAPUA MERDEKA (TPNPB-OPM) Ketua Akouboo Amatus Douw
In English,
Press Statement DIPLOMATIC BOARD OF FREE PAPUA MOVEMENT (TPNPB-OPM) www.freepapuamovement.org Email: officialopmtpnpb@protonmail.com
The Diplomatic Board of Free Papua Movement (TPNPB and OPM) response to the current State of War and subsequent fatalities on 2 September 2021;
A Short chronology:
1. An exchange of gunfire between TPNPB Regional Command IV of Sorong Raya and Indonesian forces occurred at South Aifak, Maybrat District in Sorong, Western region of West Papua, resulting in four Indonesian forces shot dead, one seriously wounded and two missing. In response, Indonesian forces took two local Papuan boys.
2. An exchange of gunfire between TPNPB Regional Yahukimo XVI and Indonesian forces in Yahukimo District, Central highland of West Papua, resulted one TPNPB member seriously wounded (Senat Soll), with six others being arrested. Senat Soll was former member of the Indonesian military who joined with West Papuan liberation fighters (TPNPB).
On 1 September, Indonesian authorities arrested 11 innocent civilians including the head of sub-district Yakukimo, accused of being members of the TPNPB fighters.
Indonesian military’s authority responded back with massive military operation in Maybrat, as outcome, over thousands local civilian from 18 villages displaced into forest on 6 September, this would be added into a new internally displace people.
This was set against a backdrop of an escalation in fighting from 2017, which has led to a large number of civilian casualties and almost 100,000 civilians being displaced, many of them being women and children who subsequently died.
The world has until now ignored these deaths and displacement, and the continuing armed conflict. The West Papuan armed conflict arose as a consequence of the United Nations leaving the territory in 1962 and the sham of Indonesia’s so-called ‘Act of Free Choice’ in 1969.
Warfare in West Papua is a result of the failure of the UN to act to end colonialism, but to allow it in a different form.
After more than five decades of conflict, the TPNPB military structure is very organised and modernised, with 34 regional commands controlled by one central national command.
West Papuans now have enough power to ensure the survival of their struggle for freedom, despite Jakarta’s policies for provincial separation and so-called ‘special autonomy’.
Indonesian President Joko Widodo labelling the OPM as a terrorist groups will not defeated the OPM’s true love of their Free Papua struggle.
West Papuan freedom fighters’ commitment to fight against Indonesia’s theft of their sacred land is reflected in their slogan “If I die in the holy struggle for our country’s freedom then peacefully my spirit will go to eternal heaven”.
This will continue because of Indonesia’s colonialist ideology and related issues of racial discrimination and Indonesia’s killing of civilians and jailing of activists such as Viktor Yeimo.
The Chairman of Diplomatic Board of TPNPB OPM/ Free Papua Movement, Akouboo Amatus Douw, said this most recent battle is not new or odd, but a reflection of an ideological war between two main combatants of the TPNPB forces and Indonesian forces, truly defined as a war of national liberation.
It is, he said, a non-international armed conflict under the international humanitarian law, within the auspices of the United Nations charter and its reference to self-determination.
Mr Douw said West Papua’s claim to self-determination has long been ignored by the world authority, including the OPM’s willingness to create a lasting peace to stop what will otherwise be an unending war. Mr Douw said: ‘I believe the United Nations Human Rights Council and United Nations Secretariat Office already have enough reports about this war and its fatalities, as 11 International NGOs and global grassroot organisations addressed the issue during a the human rights commission meetings. I am sure that there is a clear protocol within the U.N system that UN HRC and U.N Secretary General can make any direct recommendation to the Security Council for immediate intervention as a humanitarian and peacekeeping operation. This protocol will help ensure the UN abides by international law and its Charter, which all UN member states are obligate to uphold without discrimination.
The OPM’s Diplomatic Council calls upon the United Nations Secretary General and the Permanent Five members of the UN Security Council to use their good offices in response to this ongoing critical conflict. We also call upon our regional powers, Australia and New Zealand, to be a beacon hope by bringing this critical situation to the United Nations Security Council attention. We encourage the global community, peace lovers and all to support our call for immediate U.N. Security Council Intervention. Thanks for your solidarity.
Akouboo Amatus Douw Chairman of Diplomatic Council Free Papua Movement (TPNPB OPM)
Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB-OPM Rekomendasikan kepada semua Journalist dari berbagai medias di Seluruh dunia untuk bisa publikasikan Pernyataan Pers Badan Diplomatik TPNPB-OPM ini, supaya diketahui oleh semua pihak yaitu masyarakat Internasional dan Nasional Indonesia serta Pemerintah Negara_negara Anggota PBB.
Dan diteruskan kepada semua Journalists oleh Jubir KOMNAS TPNPB-OPM Sebby Sambom.
Demikian, dan terima kasih atas kerja sama yang baik
Sumber : TheTpnpb OpmNews
Redaksi : likowimepa TPNPB News
0 Komentar